Senin, 27 April 2015

Sejarah Hari Ini (28 April): Taktik FC Internazionale Lolos Ke Final Liga Champions


Musim 2009/10 tak bisa dipungkiri akan selalu jadi musim terbaik yang pernah dilalui FC Internazionale. Bagaimana tidak, tim yang kala itu dilatih oleh salah satu juru taktik terbaik sepanjang sejarah, Jose Mourinho, secara mengejutkan sukses merengkuh gelar treble winners. Torehan itu jadi catatan terbaik yang pernah dibuat sepanjang sejarah emas klub, juga sepakbola Italia hingga saat ini.

Ada banyak momen yang menghiasi kisah perjalanan sukses Inter di musim tersebut. Mulai dari hijrahnya Wesley Sneijder di detik transfer musim panas, penampilan heroik Thiago Motta dalam derby Della Madonnina, gol juggling Maicon pada derby d’Italia, momen emosional Mourinho yang runtuhkan Stamford Bridge, hingga memuncak pada raihan scudetto, Coppa Italia, dan Liga Champions.

Dari segala momen mengesankan itu, terselip satu pertandingan yang amat menguras emosi dan bisa saja melenyapkan sejarah emas yang akhirnya dibuat I Nerazzurri. Laga itu berlangsung pada 28 April 2010, manakala Inter diharuskan melakoni duel leg kedua semi-final Liga Champions, di Camp Nou, markas sang juara bertahan, Barcelona.

Inter memiliki modal yang bagus untuk melenggang ke final, setelah di pertemuan pertama sukses menang kandang dengan skor meyakinkan 3-1. Namun torehan itu masih belum cukup untuk menghapus keraguan publik akan kepantasan mereka lolos ke partai puncak.

Hal itu terjadi karena kala itu Barca harus menempuh perjalanan 1000 kilometer dari Catalunya ke Milano, menggunakan bus. Keputusan itu diambil lantaran nyaris seluruh bandara di Eropa tutup, karena erupsi gunung di Islandia yang juga jadi salah satu lokasi film The Secret Life of Walter Mitty, Eyjafollojakull. Waktu yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut mencapai 14 jam. Para penggawa Blaugrana disebut amat kelelahan hingga tak bisa fokus dalam pertandingan.

Misi balas dendam pun diusung Barca dengan memanfaatkan situasi yang sudah normal dan dukungan publik Catalan. Kemenangan minimal 2-0 optimistis mereka gapai untuk bisa lolos ke final dan jadi tim pertama yang sanggup mempertahankan gelar juara Liga Champions, sekalipun sang kapten, Carles Puyol, dipaksa absen.

Sementara Inter juga memiliki kepercayaan diri yang baik untuk mentas. Merka cukup menahan sang tuan rumah untuk tak menang dua gol atau lebih. Komposisi skuatnya juga lengkap, dengan sedikit kejutan memasang Christian Chivu sebagai gelandang tengah dalam skema 4-3-1-2, alih-alih Sulley Ali Muntari.
Leg kedua semi-final Liga Champions 2009/10
Barcelona 1-0 FC Internazionale (Agregat 2-3)

28 April 2010
Camp Nou
Wasit: Frank de Bleckere (Belanda)
Gol: 1-0 Pique 84'
Barcelona:
Manajer: Pep Guardiola

FC Internazionale:
Manajer: Jose Mourinho

Seperti sudah ditebak, selepas sepakan mula dilakukan, Barca yang butuh gol cepat lebih berinisiatif menyerang. Los Cules melakukannya sangat frontal, dengan lima tembakan ke gawang hanya dalam tempo 15 menit. Mereka sebenarnya memiliki enam tembakan lain, namun bola tak sampai mengarah ke jala kiper Inter, Julio Cesar, karena semuanya sukses diblok Walter Samuel cs.

Perlahan namun pasti, Inter kehilangan kontrol nyamannya dalam permainan. Segalanya semakin memburuk dengan keputusan wasit laga, Frank de Bleckere, memberi Thiago Motta kartu kuning kedua akibat tekelnya terhadap Sergio Busquets.

Keputusan itu cukup kontroversial, karena tekel yang dilakukan Motta pada Busquets lebih mengarah pada bola ketimbang fisik sang pemain. Gelandang Barca itu bahkan tertangkap kamera hanya berpura-pura kesakitan, sembari mengintip reaksi wasit dalam celah jari tangan yang menutupi wajahnya.

Bermain dengan sepuluh orang, sontak saja Mourinho langsung menerapkan taktik andalannya dengan bertahan total. Tidak, tak layak jika kita menyebutnya dengan "taktik parkir bus", namun lebih tepat "total cattenaccio" menilik aura Italia yang dimiliki Inter.

Sembilan pemain Inter diperintahkannya untuk terus berada di belakang garis tengah lapangan, dengan tujuh di antaranya wajib berada di dalam kotak penalti sendiri sepanjang jalannya laga. Taktik itu benar-benar sukses mematikan pergerakan sang pemain terbaik dunia kala itu, Lionel Messi.

Tak hanya Leo, karena sang mantan La Beneamata, Zlatan Ibrahimovic, kemudian Pedro Rodriguez, Bojan Krkic, hingga Gerard Pique yang mendadak jadi striker, dibuatnya mati kutu. Segala aliran serangan Barca ditutup, hingga di sepanjang pertandingan hanya sanggup melepaskan delapan tembakan, dengan setengahnya tepat sasaran.

Beruntungnya Inter juga memiliki kiper berkelas yang sedang berada di puncak performa, Julio Cesar. Empat tembakan tepat sasaran yang mengarah ke gawangnya mampu dengan sangat baik dimentahkan.

Namun pertahanan grendel Inter akhirnya runtuh juga, lewat gol ciamik Pique di ment ke-84. Namun torehan itu sudah terlambat, karena sang juara Serie A kembali ke permainan bertahannya hingga laga selesai beberapa saat kemudian. Tim Ular Kobra pun melaju ke partai puncak dan menjadi kampiun, dengan mengalahkan Bayern Munich.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar